Kamis, 30 Mei 2013

Pola 4-4-2 'Diamond' Bikin Chelsea dan Inter Berkilap

TEMPO InteraktifJakarta - Persamaan Chelsea dan Inter Milan bukan hanya karena mereka tim teratas di klasemen sementara Liga Inggris dan Liga Italia. Tapi kedua tim juga sama-sama menggunakan formasi 4-4-2 'diamond' sebagai taktik dasar.

Sejauh ini, pola yang kadang disebut 4-3-1-2 atau 4-1-3-2 ini sukses. Chelsea bertanding empat kali dan empat kali pula mereka menang di Liga Primer musim ini. Sedang Inter, mereka menghajar rekan sekota AC Milan dengan skor 4-0 di pertandingan pembukaan.

Carlo Ancelotti, begitu melatih Chelsea, langsung memperkenalkan pada taktik 4-4-2 'diamond' ini. Dalam pertandingan keempat Liga Inggris, melawan Burnley, aliran bola Chelsea sudah sangat lancar dan Ancelotti sangat puas. Impian mendapatkan Frank Ribery dari Bayern Munchen pun dibuang jauh-jauh. "Kami akan berhasil baik dengan para pemain ini," kata Ancelotti. "Kami tidak ingin perubahan dan tidak ingin mengambil pemain lain."

Sedang Jose Mourinho  menggunakan formasi diamond di Inter Milan setelah gagal menerapkan pola 4-3-3 di klub itu. Padahal Mourinho, selama di Chelsea, fanatik pada pola 4-3-3.

Saat menarik Wesley Sneijder dari Real Madrid, Mourinho sudah membayangkan di posisi mana ia bakal diletakkan. Ia akan diletakkan sebagai playmaker, berada di belakang dua duo penyerang Samuel Eto'o dan Diego Milito.

Pola 4-4-2 'diamond' ini secara filosofis sangat berbeda dengan 4-4-2 ortodoks. Pola diamond adalah pola yang "sempit" karena para pemain tengah tidak berdiri sejajar melebar, tapi satu berada lebih belakang dan satu ke depan.

Sebaliknya pola 4-4-2 (atau pola lain seperti 3-5-2) benar-benar memanfaatkan lebar lapangan. Mereka memiliki posisi winger alias sayap serang.

Saat menang 3-0 melawan Burnley, misalnya, dua gelandang sayap Chelsea (Deco dan Michael Ballack) tidak berada di dekat garis pinggir lapangan tapi agak ke tengah.

Jika kedua pemain terlalu ke pinggir, maka tengah lapangan akan longgar karena karena dua gelandang lain, Michael Essien dan Frank Lampard, tidak berdiri sejajar. Essien berada lebih belakang, mendekati bek, sedang Lampard ke depan, sebagai play maker, untuk mendukung serangan Didier Drogba dan Nicolas Anelka.
                       
 4-4-2 DIAMOND CHELSEA SAAT LAWAN BURNLEY 
  
                       
                       
                       
                       
 




DROGBA

ANELKA






 





















 





















 





















 





















 







LAMPARD








 





















 





















 





















 





















 

DECO






BALLACK


 





















 





















 





















 





















 







ESSIEN








 





















 





















 





















 





















COLE
TERRY
CARVALHO
BOSINGWA
 





















 





















 





















 





















 








CECH









                       

Pola ini sebenarnya cukup kuno, muncul sebagai reaksi 4-2-4 yang membawa Brasil sebagai juara dunia 1958, 1962, dan 1970. Argentina bereksperimen setelah dihancurkan Cekoslowakia (sekarang pecah menjadi dua negara: Republik Cek dan Slowakia) 6-1 pada Piala Dunia 1958. Mereka bermain lebih bertahan dengan mengurangi dua pemain depan 4-2-4. Jadilah formasi 4-1-2-1-2 alias 4-4-2 'diamond'.

Ide ini kemudian dipakai pelatih Inggris, Alf Ramsey, setelah timnya kalah dari Argentina pada sebuah turnamen pada 1964. Dengan pola 4-4-2 'diamond', Ramsey membawa Piala Dunia kembali ke Inggris.

Taktik ini kemudian dilupakan, dan jarang dipakai, karena memang tidak sempurna. Empat pemain tengah yang berbentuk segi empat alias "diamond" itu membuat lapangan sempit. Lawan bisa menyerang dengan memanfaatkan lebar lapangan jika gelandang kiri dan kanan terlalu tengah.

Kejadian ini pernah terlihat saat Yugoslavia, dengan formasi 4-4-2 "diamond" pada 2002 melawan Finlandia yang menggunakan 4-4-2 ortodoks. Di babak pertama, gelandang kiri dan kanan tidak mampu menutup serangan Finlandia yang menyerang dari tepi lapangan.

Di babak kedua, Yugoslavia mengubah pola dari 4-4-2 "diamond" yang lapangan tengahnya sempit itu menjadi 3-5-2 yang lebar dan berhasil menjinakkan Finlandia dengan skor 2-0.

Sejauh ini Chelsea berhasil mengatasi sempitnya lapangan tengah karena mereka menjadi sangat dominan dan musuh tidak sempat menyerang lewat sayap itu. Mourinho juga sukses memoles kelemahan lapangan tengah formasi ini sehingga tahun lalu juara Serie A Liga Italia dan sekarang sudah menghajar AC Milan 4-0.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar